Jumat, 29 Maret 2019

Anggapan umum masyarakat awam terhadap jurusan psikologi

Sebelum menentukan jurusan kuliah ada baiknya calon mahasiswa mencari tahu terlebih dahulu tentang jurusan yang akan diambil. Mengapa? Karena dengan demikian dapat memberikan gambaran kepada calon mahasiswa untuk memantapkan pilihannya dalam menentukan jurusan. Hal ini juga dapat menghindarkan dari perasaan ‘salah ambil jurusan’ jika terjadi di kemudian hari.


Seperti yang dialami kakak tingkat penulis di jurusan psikologi, selama beberapa semester menjalani program perkuliahan dia merasakan bahwa jurusan yang diambil tidak sesuai dengan ekspetasinya. Akibatnya dia memutuskan untuk pindah ke jurusan lain. Ekspetasi yang seringkali keliru dapat menjadi bumerang dan menurunkan semangat belajar mahasiswa dalam menjalani program mata kuliah. Supaya hal ini tidak terjadi lagi (paling tidak dapat meminimalisir), berikut penulis telah merangkum mengenai anggapan/ekspetasi yang kebanyakan keliru sehingga perlu diperhatikan sebelum memilih jurusan psikologi kedepannya.


       1  Anak Psikologi dapat membaca pikiran orang lain

Tentu hal ini tidak sepenuhnya benar. Coba bayangkan, kita saja seringkali keliru dalam mempersepsi pikiran kita sendiri. Lalu, bagaimana mungkin kita dapat mempersepsi pikiran orang lain? Memang dalam psikologi ada cara untuk menterjemahkan gerak-gerik/bahasa tubuh seseorang, akan tetapi hal tersebut hanya terbatas pada hal yang tampak (keadaan fisik) pada seseorang saja, sedangkan pikiran seseorang merupakan proses mental yang tidak dapat dilacak. Kita mungkin dapat mengambil kesimpulan bahwa seseorang sedang marah atau bahagia dengan melihat raut mukanya, akan tetapi hal sesungguhnya yang tersembunyi dalam hati dan pikiran hanya orang tersebut dan Tuhan yang tahu.

    2. Di psikologi tidak ada berhitung

   Jangan coba-coba mengambil jurusan psikologi bila enggan untuk berhitung. Pasalnya, dalam penelitian psikologi mahasiswa dihadapkan pada data statistik hasil dari penyebaran skala yang kemudian dihitung supaya dapat ditarik suatu kesimpulan. Jadi, tidak benar bila dikatakan bahwa di psikologi tidak ada yang namanya berhitung.

    3. Anak psikologi dapat menghipnotis orang lain

   Bila anda mempunyai teman di jurusan psikologi, silahkan bertanya, “sudah berapa kali anda diminta untuk menghipnotis orang?” Saya bisa tebak teman anda akan tertawa begitu mendengar pertanyaan tersebut.  Bagaimana tidak, selama mengikuti program kuliah penulis belum pernah diajari cara menghipnotis orang. Begitupun dalam program mata kuliah tidak ada yang namanya ‘hipnotis’. Pernah suatu ketika penulis dan teman sekelas di beri slide powerpoint (PPT) yang berisi tentang hipnotis, akan tetapi hal tersebut tidak berarti apa-apa karena penulis dan teman-teman yang lain tidak diberi penjelasan yang cukup dan tidak memungkinkan untuk mengaplikasikannya ke orang lain. Jadi jangan takut bila berhadapan dengan anak psikologi, jika memang bisa menghipnotis orang lain pasti tidak akan dilakukan sembarangan karena di dalam psikologi ada kode etik yang harus dipatuhi.

    4. Calon HRD (Human Resource Department/ Personalia)

Mungkin ini yang paling realistis daripada yang lain. Pasalnya, dalam psikologi terdapat mata kuliah ‘Psikologi Industri dan Organisasi (PIO)’ yang kedepannya dapat digunakan untuk menjalankan tugas-tugas seorang HRD. Dalam PIO mahasiswa diajarkan untuk memetakan keperluan suatu perusahaan seperti jumlah karyawan yang dibutuhkan dan pembagian perencanaan kerja melalui job description (penjabaran kerja) atau lebih dikenal dengan ‘job desc’. Hal ini didukung dengan mata kuliah Skala penyusunan Psikologi (PSP) dimana skala psikotes dapat digunakan untuk menyeleksi potensi calon karyawan.

   5. Mahasiswa Psikologi mayoritas perempuan

Benar sekali dan memang begitulah adanya. Dari pengamatan penulis mulai dari adik tingkat hingga ke kakak tingkat di psikologi, rata-rata paling banyak mahasiswa psikologi dihuni oleh perempuan. Sedikit sekali laki-laki di dalam kelas. Dulu saat awal-awal semester, jumlah laki-laki di kelas penulis sebanyak 10 orang berbanding 30-an perempuan. Seiring bertambahnya semester jumlah laki-laki di kelas berkurang, kebanyakan memilih meninggalkan psikologi. Kejadian serupa juga terjadi di kakak dan adik tingkat di psikologi, sehingga dapat dikatakan bahwa di jurusan psikologi jumlah perempuan lebih mendominasi daripada laki-laki.

   6. Anak psikologi akan terlibat dengan pasien sakit jiwa

  Memang masuk akal bila psikologi selalu dikaitkan dengan jiwa karena dari pengertiannya sendiri ini adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Tetapi, tidak semua sub kejuruan psikologi menangani masalah kejiwaan. Seperti halnya PIO yang mengarah ke industri dan organisasi, atau Psikologi pendidikan yang mengarah ke dunia pendidikan tentunya. Untuk masalah kejiwaan sendiri akan di tangani dalam psikologi klinis. Jadi, bila anda berminat di psikologi klinis boleh jadi anda akan berhadapan dengan kondisi kejiwaan orang lain.


   7. Masuk psikologi untuk mengobati diri sendiri

Seringkali saya bertanya kepada teman psikologi mengenai motivasi mereka untuk masuk jurusan  psikologi. Diantara beberapa respon ada salah satu jawaban yang menarik hati penulis. Hal tersebut ialah adanya anggapan bahwa dengan masuk jurusan psikologi bisa 'sekalian rawat jalan' atau mengobati diri sendiri. Setelah diselidiki lebih lanjut diketahui bahwa mahasiswa tersebut merasa mempunyai masalah dengan jiwanya dikarenakan pernah mengalami peristiwa yang membuat dirinya tertekan. Dalam kasus ini, bukan tidak mungkin seorang mahasiwa yang secara mental belum siap akan semakin tertekan kedepannya dikarenakan rutinitas yang padat selama proses belajar-mengajar.


Demikian sedikit gambaran mengenai jurusan psikologi, semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian.


Sumber referensi: pribadi.




EmoticonEmoticon

Artikel Pilihan